1.1. Jak Keumalen/ cah Roet
Jak Keumalen/ Cah Roet ini ada dua cara, yaitu:
A. Langsung dilakukan oleh orang tua atau keluarga
B. Theulangke dilakukan dengan menggunakan utusan khusus.
Maksud Jak Cah Roet adalah sebagai tahapan pertama dalam menjajaki atau merintis jalan. Biasanya beberapa orang dari pihak keluarga calan mempelai putri, datang bersilaturrahmi sambil memperhatikan calon mempelai putrid, suasana rumah dan tingkah laku keluarga tersebut. Pada kesempatan ini, calon pihak mempelai pria juga tidak lupa membawakan bungong jaroe atau bingkisan yang berupa makanan. Setelah adanya pendekatan, keluarga calon mempelai pria/ linto baro akan menanyakan apakah putrinya sudah ada yang punya atau belum. Apabila mendapat jawaban dan sambutan baik dari pihak dara baro, maka dilanjutkan dengan jak lake (jak ba ranub).
Upacara itu terjadi disebabkan pada masa lampau hubungan atau komunikasi antara wanita dan pria khususnya antara remaja berlainan jenis kelamin dianggap tabu, hubungan mereka sangat terbatas (tidak sebebas hubungan remaja masa kini, sejak pertengahan abad 19). Selain itu peranan orang tua terhadap anaknya sangat dominan (over protektif) sehingga dalam memilih jodoh pun menjadi tanggung jawab orang tua masing-masing remaja, baik pria maupun wanita.
1.2. Jak Lake Jok Theulangke/ Jak Ba Ranub (Meminang)
Dalam acara ini orang tua pihak Linto (Mempelai Pria) member theulangke (utusan) dengan membawa sirih, kue-kue dan lain-lain. Pada theulangke, pihak linto sudah mulai mengemukakan hasratnya kepada putrid yang dimaksud. Apakah pihak putrid menerima, akan dijawab “insya Allah” dan pihak keluarga serta puteri yang bersangkutan akan melakukan musyawarah. Jika hasil musyawarah tersebut “tidak diterima” oleh pihak keluarga atau pihak puteri, maka mereka akan menjawab, dengan alas an-alasan yang baik atau dengan bahasa isyarat “hana get lumpo/ mimpi yang kurang baik”. Sebaliknya jika “diterima” oleh pihak keluarga puteri, akan dilanjutkan dengan “Jak ba tanda”
Di kalangan orang tua masa lampau masih banyak yang percaya pada hal-hal yang berbau mistik, seperti adanya makna dari mimpi dan percaya pada kekuatan-kekuatan alam. Kepercayaan itu dipengaruhi oleh ajaran agama islam yang kadang kala masih membaur dengan ajaran animism atau kepercayaan yang di anut oleh nenek moyang kita zaman prasejarah, sehingga dalam menentukan pinangan diterima atau tidak, juga masih dipengaruhi oleh kepercayaan tersebut.
1.3. Jak Ba tanda/ Bawa Tanda
Maksud dari “jak ba tanda” adalah memperkuat (tanda jadi). Biasanya pada upacara ini pihak calon linto membawa sirih lengkap dengan maca-macam bahan makanan kaleng, seperangkat pakaian yang dinamakan “lapek tanda” dan perhiasan dari emas sesuai dengan kemapuan calon linto baro. Ba tanda” ini di tempatkan didalam “talam/ dalong” yang dihias dengan bunga kertas, kemudian tempat-tempat itu di kosongkan dan di isi dengan kue-kue sebagai “balah hidang” oleh keluarga mempelai putri. Acara balah hiding ini biasanya dilaksanakannya bias langsung atau setelah beberapa hari kemudian.
Dalam upacara ini sekaligus dibicarakan hari, tanggal pernikahan, jeulame (mas kawin), peng angoh (uang hangus), jumlah rombongan pihak linto serta jumlah undangan.
0 komentar:
Posting Komentar